Bat Nyamuk

Bat Nyamuk. 2017. Pensil di kertas A5.

Obat nyamuk bakar itu dinamis. Yang biasa dijual di pasaran bentuknya spiral konsentris, belum pernah saya temui variannya. Yang saya ingat, satu boks isinya lima keping, berarti ada sepuluh buah yang cukup untuk seminggu. Kalau eceran, harganya sekitar tiga ratus perak per kepingnya. Merknya ada berbagai macam, mulai dari Tiga Roda sampai Baygon, tapi biasanya saya beli merk Soffel atau Autan. Lebih ekonomis dan implikatif.

Dulu waktu kecil, sebelum tidur malam habis nonton ribuan episode sinetron Tersanjungbudhe saya sering bakar itu obat nyamuk. Saya lihat prosesnya yang amat sederhana dan jadi takjub setelah ia letakkan di atas kertas yang dilipat-lipat. Sering juga saya ambil alih, entah melipat kertas atau membakar obat nyamuknya, soalnya keren. Selebihnya, saya biasa mantengin sampai mata berair. Namun di balik itu, saya istiqomah menggunakan obat nyamuk losyen. Tapi tradisi bakar obat nyamuk bubar setelah beliau meninggal. Tiada lagi wangi asap nan khas di ruang keluarga.

Menginjak masa SMA dan menyadari tiba-tiba sudah saryana, obat nyamuk menjelma menjadi kekerasan simbolik. Benda itu bukan lagi ihwal material, ia tak lagi menunjukkan sifat dinamis; ia banyak berelasi dengan kondisi ‘statis’. Kiasan itu biasa dilekatkan pada orang-orang yang banyak berjasa mendokumentasikan kawannya yang sibuk memadu kasih. Mungkin kalian membuat pelupaan. Sukurin!

Ngapain coba berada di antara orang yang tengah bercengkrama dalam surga-Nya? Kecuali kamu berniat merebut pacarnya, atau barangkali minta diperkenalkan dengan teman-temannya untuk memperluas pergaulan yang akhirnya terdengar klise. Kebanyakan dalihnya ‘diajak’. Seingat saya, saya sering bilang itu.

Setidaknya saya pernah, sekali dua kali menerima ungkapan yang seolah membuat usia bumi tinggal satu detik lagi. Padahal, padahal lho ya, oh, sekali lagi deh, PADAHAL… saya cuma satu dari sekian banyak orang yang bernasib demikian. Minimal temanmu, bahkan mungkin pacarmu sendiri pernah merasakan hal yang sama. Rentangnya tiada terduga, bisa jadi tidak dalam kurun waktu “sebats dulu.”

Lewat tulisan ini saya belum akan benar-benar berefleksi tentang sejauh apa eksistensi saya menjadi obat nyamuk–yang sekarang tergantikan dengan metode-metode mutakhir untuk memberangus insekta atau nying-nying dari sarang atau liangnya. Buat siapapun yang masih dibubuhi dengan predikat sesat pikir ini, pikirkan hal ini baik-baik, mungkin berguna, bahwa ikan laut itu banyak sehingga laut pun bisa jadi cetek seketika.

Yuk, deh, ketawa bareng-bareng. Niscaya bebanmu akan berkurang, walau sungguh tampaknya klise. Bersamaan dengan itu saya ucapkan pula: selamat Hari Jomblo se-Kabupaten Sleman, manteman.

 

NB: kaitan tulisan ini dengan tema dalam program Bulan Blogging tentang Hari Bumi (kurang lebih) nyaris tidak ada. Tapi alangkah baiknya kita mengingat-ingat kembali, sejauh apa peranmu buat bumimu kalau yang kamu pikirkan melulu soal obat nyamuk?

Tinggalkan komentar