Sabda

Suatu hari yang bijak adalah hari ketika Haji Samidin dengan sebatang lisong membara di mulutnya bersabda pada saya, sebuah petuah teramat perlu dan signifikan. Persis setelah ia keluar dari pertapaannya yang berjarak seribu dua ratus sobolas kilo ampat senti dari bukit Teletubbies. Dandanan sedemikian rupa khas ikon drama Hongkong Tonny Leung, ia selalu memberikan amanat. Hanya sabda itulah yang dapat menjelaskan perihal ungkapan orang-orang bajik sebelum bertolak dari ambang pintu untuk menjemput bunda Fafa menuju peradaban terdidik di selatan padepokan kami.

“Chaw yeu,” sambil melambaikan tiga jari saja.

Kendati demikian asketis, barangkali, jika ingin heran dan menampiknya, saya rasa kita teramat tercela. Saya yakin inilah sabda yang amat mengherankan di akhir zaman. Sungguh bijak dan bajik, dalam padanan kata yang singkat, intonasi yang tegas dan perangai halus, saya selalu terperangah dan bungkam sepersekian detik dan membiarkannya sambil lalu. Itu saja. Namun sayang, sabda itu belum pernah dibukukan di padepokan kami, Padepokan Cakap Kotor. Mungkin akan dituliskan besar-besar nanti jelang perayaan flash-mob apokalips oleh orang-orang bajik dan bijak lainnya di kemudian hari yang jauh lebih sentosa.

Tamat.


Postscriptum:

Sehubungan dengan tema di hari ini adalah ‘aidel’, maka Haji Samidin mungkin mutlak hanya diidolakan oleh Bunda Fafa seorang. Saya tidak. Karena cerita di atas sungguh amat signifikan bagi insan kontemporer berbudi halus seperti kita orang. Kendati begitu, satuan diskursif yang saya sebut sebagai ‘idola’ hanya ditujukan untuk Ladya Cheryl, dengan atau tanpa alasan. Saya gemar terhadap dirinya.

Demikian dengan aktris cantik Audrey Hepburn, Marion Cotillard, Olivia Munn, sampai Chelsea Islan, pun Yeyen, Roro Fitria, hingga Sora Aoi yang sekilas mirip sekali dengan Kwon Yuri SNSD selalu berhasil membuat saya segar setengah kopling, hanya figur alegoris untuk mengatakan mereka sebagai idola. Sungguh, barangkali mereka tiada tahu soal Kotaro Minami yang superkeren tiada tara kala saya masih ingusan, berak di celana dan belum pandai berujar kotor seperti kini. Maafkan saya. Lestarilah, Kotaro.

Tinggalkan komentar